Laman

Minggu, 16 Mei 2010

JOKO UBUB dan BIDADARI


Joko Ubub dan Bidadari
Mbah Kardiman, tukang pandai besi, begitulah orang se-desa dan sekitarnya memanggilnya, ia seorang yang cukup tua dan sudah mempunyai cicit seorang dari lima orang cucunya. Anaknya empat orang, tiga perempuan dan seorang laki-laki. Semua anak perempuannya telah menikah atau berkeluarga dan mengikuti suaminya masing-masing, tempat tinggal mereka cukup jauh dari rumah mBah Kardiman, yang paling dekat tempat tinggalnya si Antaningrum hanya berjarak 5 Km, melewati tiga kelurahan atau desa, namun berbeda kecamatan, sedang Antaningcahyani dan Antanigsih mengikuti suaminya yang bekerja di Cirebon dan Bandung. Adapun yang paling kecil sibungsu dan masih lajang, Joko Ubub, ia tinggal bersamanya juga bekerja padanya dalam pembuatan jangkul, parang, golog maupun pisau.
Asal muasal mBah Kardiman dari Jawa Tengah, ia merantau ke Jawa Barat ke Cikotok semenjak masih bujangan, yang sekarang menjadi bahagian dari wilayah Prov Banten, bekerja sebagai pemburu emas di Cikotok, atau sebagai penambang liar di sekitar penambangan milik PT Tambang.
Jodoh tidak kemana-mana, kata mBah Kardiman, yang empat tahun selama menjadi petambang, akhirnya dapat mempersunting gadis Ciemas, Markonah namanya. Pertemuannya dengan Markonah di awali seringnya mBah Kardiman, yang akrab di panggil Kardi, berkunjung ke rumah Pak Sabenih yang kini jadi mertuanya, atas ajakan atau memngikuti Markani , kakak Markonah teman sekerja dan se joragan dengannya, ketika libur tidak menambang. Memang Desa Ciemas, banyak warganya bekerja sebagai penambang.
Perkawinannya dengan Markonah dikaruniahi tiga anak wanita ketika masih bekerja di penambangan dan seorang laki-laki ketika ia bekerja sebagai tukang pandai besi.
Joko Ubub, anak bungsu mBah Kardi, sebuah nama yang konon di ambil dari pekerjaan pertama mBah Kardi sebagai pandai besi menjadi juru-angin memompakan angin ke tungku pembakar besi agar arang tetap membara, yang kini pekerjaan itu di pegang oleh Joko Ubub.
Keringat peluh mengucur dari kepala dan sekujur badan merupakan hal yang biasa Joko Ubub alami tiap bekerja, keringat mongering dan kulit badan terasa menebal lagi lengket atau ‘jempet’ sebagai pertanda lama dan banyak diperapian dan pekerjaan.
500 m hingga 600 m dari bengkel pandai besi itu terdapatlah telaga kecil sumber air yang jernih dan dingin airnya, sementara di seberang bukit kecil semacan tanggul batu setinggian orang dewasa, juga terdapat sumber air hangat beraromakan belerang yang di alirkan ke dalam kolam-batu yang hanya dapat menampung belasan orang.
Badan Joko Ubub siang itu sangat terasa panas, setelah menyelasikan pembuatan parang dan memasang mata cangkul –menambah lempengan plat baja pada mata cangkul agar kuat dan tajam- pergilah Ubub ke telaga. Pertama mandi pancuran air hangat kemudian berendam beberapa menit, dengan badan berkeringat sehabis mandi air hangat, pindahlah Ubub ke telaga, melalui lorong tanjakan memanjat tebing atau tanggul batu menuju telaga air. Di telaga air dingin ini, airnya sangat jernih, pengunjung banyak berdatangan, kebanyakan pengunjung ; baik muda-mudi, anak-anak dan orang tua mereka, mereka sama-sama main air dan ada yang berenang. Telaga ini tidak dalam, air terdalamnya hanya dua meter lebih beberapa inci, lagi pula dasar telaga berupa batu cadas sangat jelas kelihatan, bahkan uang logam yang jatuh kedalamnya maupun benda lainnya dapat di lihat dipermukaan air.
Konon, cerita dari mulut ke mulut, pada waktu tertentu ada pengunjung beberapa wanita yang tidak diketahui dari mana berasal, wanita cantik-cantik berbaju tidur tembus pandang berenang-renang bercanda ria sambil memercikkan air yang didorong bagai menggayuh dengan telapak tangan mereka.
…………………
Datanglah tujuh gadis berbaju tembus pandang, bukan berpakaian renang layaknya pengunjung, seakan-akan seperti memakai kacamata XR a la James Bond didektif playboy dari London, diamatilah ke tujuh gadis itu oleh Ubub dari balik batu. Sepatu, tas, topi tudung kepala serta ikat pinggang mereka lepaskan namun kaos tangan dan kakinya tetap mereka kenakan. Lari kecil berkejar-kejaran sambil saling dorong mendorong, terjunlah mereka ke dalam telaga.
Iiiii Yeeesssssssssss, kata Ubub dalam hati, sambil merangkak dibalik bebatuan dan semak-semak pepohonan talas liar diambillah sebuah ikat pinggang milik gadis-gadis itu, dan mendakilah Ubub ke bukit yang agak jauh dari mereka namun ia dapat mengintip dengan jelas mereka yang sedang mandi dan bermain air. Tiba-tiba mendung datang dan hujan lebat menjadikan pandangan Ubub terhalang oleh deras turunnya air hujan, disimpanlah ikat pinggang itu di balik batu.
Hujan reda seperti mimpi, diusaplah ke dua mata Ubub dengan ke dua pangkal jari jempolnya, sayup-sayup semakin jelas terlihatlah seorang gadis duduk termenung yang sesekali menolehkan mukanya kesamping kiri-kanan kemudian menunduk lagi.
Bagai Joko Tarub dalam kisah klasik ceritera ketoprak humor, di datangilah gadis itu.
Mandi yuuuk, sapaan basa-basi Ubub ,,,,,, sambil berjalan ,,,,,,
Ubub langsung terjun ke telaga, renang tiada arah dan gaya berguling-guling mengapung dalam air, seperti ayam merak memekarkan bulu ekornya, atau ikan-mas sedang mengembang kempiskan sirip-siripnya kepada lawan jenisnya untuk menarik perhatian sebagai rayuan bisu.
Setelah kelelahan naiklah Ubub ke darat, dihampirilah si Gadis itu dan di sapa lagi “ada yang di tunggu ?” Gadis Kayangan itu diam, lalu ditataplah wajah Ubub daaaaan terjadilah kontak mata antara keduanya ,,, dilepaslah kedua sarung tangan dan kaos kakinya. Kaos kaki dan tangan sebagai kunci penutup komunikasi bagi Mahluk Kayangan, dengan dilepaskannya secara otomais ia menjadi mahluk bumi dan tertutuplah dunia kayangan.
Gadis : tidak ada, ….. sambil menyilangkan kedua tangannya berpegangan pundak.
Ubub : ini tas kamu !!!!!
Gadis : terima kasih ! … diraihlah tas itu, disangkutkan tali pegangan ke leher dan dipeluk tasnya.
Ubub : tempat ini kalau senja seperti ini agak angker, kalau nunggu teman atau mau pulang tunggu dekat rumahku, di sana tempat lalu-lalang kendaraan, juga banyak ojek.
Gadis : terima kasih ! sambil bangun dan berjalan mengikuti Ubub
..… namun bulu kuduk Ubub terasa berdiri, juga pori-pori kedua tangannya melebar seperti iritasi kena ulat bulu. Dalam hati ini orang atau manusia ….. dicarilah siasat agar ia dapat menyentuh tangannya …. Mau kenalan sudah terlanjur berlama-lama bicara …. dicarilah jalan terjal agak mendaki.
Ubub : lewat ke sini ! itu rumahku ! …
Tangan kiri menunjuk kearah rumahnya dan tangan kanannya diulurkan agar disambut Gadis itu. Gayung bersambut, diraihlah tangan Ubub ….. dalam hati Ubub mengucap Alhamdulillah manusia beneran ….. beberapa saat kemudian sampailah mereka berdua ditepi jalan raya.
Yahuut koooo !!!!! tegur Iskandar sambil melajukan motornya, sapaan godaan, atas kehebatan kepada Joko Ubub yang berduaan dengan mojang si cewek kayangan.
Gadis : kang aku haus !!!
Ucapan pembuka keheningan selama dalam perjalanan.
Ubub : gampang Neng, kalau sekedar air putih atau teh pahit mungkin di rumah ada.
Gadis : paggil saja aku Wati !
Ubub : iya neng Wati ….dan panggil aku Suko ! atau Koko saja !!! ….. sambil tersenyum dan menggigit kedua bibirnya menahan tawa ….. yang penting dipanggil Ko ,,,,, walau ngibul ,,,,,
……………………….
Rupanya Wati tidak mau pulang dan tidak akan dapat pulang selama ia tidak mengenakan ikat pinggang ….. pagi harinya mulailah ia berceritera akan dirinya yang sebenarnya kepada Ubub, si Joko Ubub yang dipanggil Joko atao Koko dan kini dapat nama panggilan baru si Suko ……
Persahabatan Ubub dengan Bidadari Wati berlanjut ke atas pelaminan yang diawali, diakuinya Wati anak pamannya yang minggat atau kabur dari orang tuanya. KTP sementarapun dibuat, ada sedikit masalah, ketika di foto diambil gambarnya bola mata Wati tidak dapat memantulkan cahaya, bahkan diseraplah cahaya bliz. Ketika foto itu jadi, bola-matanya nampak hitam semua. Akhirnya di akali agar Wati mengenakan kaca-mata, hasilnya memuaskan gambar bola-mata Wati terlindung oleh cahaya pantulan lensa kaca-matanya.
Bulan madu berjalan lancar dan meng-asyikkan …. sampai hari ke tujuh, mereka berdua jalan-jalan ke telaga dimana pertemuan pertama …. Dengan sengaja Ubub mengajak ke tempat batu dimana ikat pinggang Wati di simpan, tanpa sepengetahuan Wati ….. tersangkutlah kaki Wati pada ikat pinggangnya yang disembunyikan Ubub …. terharu-senang-sedih menjadi satu …..
Ubub : sudahlah dik Wati ,,,, pakailah ikat pinggang itu ,,,,
Wati : tidak kakang Koko … di kayangan tidak ada syurga bumi atau
syurga dunia, biarlah aku tetap bersama Kakang ….
Ubub : tapi bagaimana dengan Romo Semar penguasa kayangan ?????
Wati : beliau itu baik ……
Ubub : tapi kami, orang bumi, takut dikentuti !!!!!
Wati : Romo tidak akan mengentutkan-kentutnya kalo tidak ada goro-
goro gede ! kalau kena kentutnya … bumi bisa hancur gelap dan
membeku.
Ubud : bagaimana kalo tiap hari Kliwon kita bertemu,,,,, jadi lima hari sekali ?
Wati : enggak juga, aku lebih sedang tinggal di bumi ,,,,, di Kayangan
tidak ada makanan, tidak ada minuman, tidak ada udara yang
ada hanyalah akasa atau hawa …. makan minum napasku hanya
akasa yang lewat pori-poriku ….. dan yang paling ADUHAI …..
di Kayangan gak ada kang Koko …….?!?!?!?! ?????
Ubub : sudahlah Wati …… sudahlah Wati ….. sudahlah Wati …..
………………………
Alhamdulillahi-rabbil-‘alamin ; ucap Abuya Haji Damanhuri -yang biasa memimpin do’a maupun me-ruqyah atau men-jampi-jampi dengan membacakan ayat-ayat al Qur’an sebagai mantera terapi penyembuhan- mensudahi ruqyahnya setelah dua-puluh-satu kali membaca surat al Falaq سـورة الـفـلــق dan an Nas سـو رة النـاس . Kemudian ditiuplah wajah Ubub, diambillah air segelas yang sudah diruqyah atau dibacakan mantera itu lalu dibasuhkan ke wajah Joko Ubub, sisanya dibasuhkan ke tangan dan kikinya.
Itulah ruqyah syar’iyah yang didasari ayat al Qur’an Surat Isra’ayat 82 ;
وَنُنَـزِّلُ مِنَ الْقُـرْآنِ مَا هُـوَ شِـــفَآءٌ وَ رَحْــمَـةٌ لِـلْــمُؤْمِـنِـيِـنَ
Artinya : “Dan Kami turunkan dari al Qur’an (sesuatu) yang menjadi
penawar (penyembuh/obat) dan rahmat bagi orang yang
beriman” (QS : 17 ayat 82)
Ruqyah yang dilakukan Abuya H Damanhuri, sama, seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

………huuuuwahhh, bagai bangun tidur ….. menguap-kan nafas sambil mengucap ……… “nikmatnya bulan madu” ,,,,, kata Joko Ubub…….?! sambil bengong ......???????????????


---mic---
M.Masud CHATIM al HAJJ - h2m 006

Kamis, 13 Mei 2010

MASIH MENGENANG GUS DUR

Masih Mengenang Gus Dur

Sedangkan amal jariyah, pahalanya akan mengalir terus selama benda atau barang yang disodaqoh-jariyahkan masih dimanfaatkan, kata mubaligh yang sedang berceramah di Masjid. Kemudian dibacakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
وَعَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهَ أَنَّ رَسُـوْلَِ اللَّه ِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ قَالَ :
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ ُ : صَـدَقَةٍ جَارِيَةٍ , اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بٍهِ , أَوْ
وَلَدٍ صَتالِحٍ يَدْعُـوْلَهُ ( رَوَاهُ مُسْــلِـمٌ
Artinya : Dan dari Abi Hurairah r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah S.A.W. bersabda : “Apabila Ibnu Adam (manusia) meninggal, terputuslah amalnya kecuali tiga ; Sodaqoh- jariyah, atau Ilmu yang memberi manfaat denganya, atau anak yang shaleh/shalehah mendo’a untuknya
(HR Muslim)
Sodaqoh jariyah pahalanya akan mengalir terus sepanjang benda maupun barang yang di sodaqohkan masih terus dimanfaatkan. Barang atau benda yang di sodaqohkan dapat berupa benda yang tidak bergerak maupun benda bergerak-gerak. Adapun benda yang tidak bergerak seperti ; tanah, bangunan, kebun atau pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Adapun benda yang bergeraka-gerak seperti ; hewan binatang ternak yang halal, mobil atau alat angkutan, perlengkapan dan persenjataan perang, buku juga termasuk mushaf Al Qur’an, uang, saham atau surat berharga lainnya
Ilmu yang memberi manfaat baginya; baik disampaikan dengan ucapannya, suri teladannya maupun melalui tulisannya, juga demikian, selama ilmu itu masih dimanfaatkan pahalanya akan terus mengalir kepadanya.
Anak yang shaleh atau putra-putri almarhum-almarhumah yang mendoa’akan kepadanya, insya-Allah, do’a dan permohonan ampunannya tidak akan terputus, menambah amal kebaikan bagi mayat almarhum/ah dan mengurangi dosa kesalahan.
Bapak dan Ibu kaum muslimin dan muslimat sekalian, tahu gak Ibu Bapak bahwa sekarang ada seminar tentang Pesantren, yang pembicaranya Gus Dur (almarhum H. Abdurahman Wahid) dan Cak Nur ( almarhum DR. Nurcholish Majid), kata mubaligh, yang seakan-akan megajukan pertanyan kepada hadirin-hadirat.
….. Tiiidaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkk (jawab hadirin hadirat)
Kita sudah saling mengetahui ke dua tokoh tersebut yang ke dua-duanya sebagai santri abituren pesantren tradisional dan pesantren modern, sama-sama Kiyai, sama-sama Haji, sama-sama Profesor sama-sama Doctor, sama-sama presiden ( presiden NKRI dan presiden/rector Universitas Paramadina), sama-sama alumni pesantren luar negeri, Gus Dur alumni pesantren Bagdad sedangkan Cak Nur alumni pesantren UCLA, Los Angeles,eeeeeeeeee anu Syiikago -The Islamic Study of The University of Chicago, Illinois- atau pesantren Cordova di zaman dynasty Bani Abasiyah. Kedua tokoh ini sama-sama membabat alang-alang dipesantren, Gus Dur membabad alang-alang di pesantren traditional sedang Cak Nur membabad alang-alang di pesantren modern. Mereka berdua menanami pohon universal hijau kemuning bebiruan putih bersaljukan awan, sejuk nyaman, harum ketika berbuga, berguguran daun ketika berbunga hendak berbuah, sawah kebun dan rumah penduduk pemukiman ataupun perkampungan nampak tak terhalang oleh tembok pembatas keesclusifannya. Beliau berdua bagai dewi dan dewa yang sedang asyik merawat taman, kebun dan ladang, idola para pecandu ilmu dan pemburu-pemburu ide-gagasan.
Kini telah tumbuh berkembang pesantren pra sekolah, pesantren tingkat menengah, pesantren tingkat atas, pesantren tingkat tinggi yang terspesifikasi dalam klasifikasi Perguruan Tinggi, Institut dan Universitas kesemuaya ada yang negeri dan banyak yang swasta, ada yang regular dan juga non regular, lokalnya pun ada local jauh local dekat, ada pula yang lokalnya pindah-pindah tak menetap ada dimana-mana.
Mubaligh : Tahu gak, bapak ibu Cordova itu di mana ? …
Jama’ah : Tidaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk ……….
Kalau ibu-ibu mungkin sedikit yang tahu, ibu-ibu lebih banyak sebagai penjaga gawang, menghalau kopi, teh susu atau jus ke meja suami yang sedang menonton real Madrid melawan Cordova pada pertandingan Liga Spanyol.
Mubaligh : Baiklah, setelah para seminarawan dan seminarawati masuk dalam ruangan; para pesertanya dosen, guru, mahasiswa/i dari organisasi maupun perorangan. mulailah Gus Dur dan Cak Nur memaparkan makalah mereka berdua.. Selesai pemaparan pemandu acara memberi kesempatan kepada hadirin untuk mengajukan pertanyaan. Berdirilah dua orang, mereka berdua bermata tajam jernih berlinang-linang, tanpa senyum penuh keseriusan, menatap ke depan ke samping kiri dan kanan juga belakang. Terdengarlah dari-dirinya suara menggelegar tanpa echo ; “DISINI TIDAK ADA SEMINAR DAN AKTIFITAS LAINNYA !!!”.
.... Spontan para peserta dan pembicara meninggalkan ruangan itu ….
Mubaligh : Tahukah bapak ibu siapakah orang itu ?
Jama’ah : Tidaaaaaaaakkkkkkkk !!!!!!!!!!!!!!
Mubaligh : Mereka berdua itu adalah Malaikat Munkar dan Nakir.
Memang di alam kubur tidak ada aktifitas lagi, mereka
para penghuni alam kubur hanya menikmati hasil
ivestasinya berupa sodaqoh jariyah, ilmu pengetahuan
termasuk gagasan-gagasannya, serta do’a yang berasal
dari anak yang shaleh/ah.
Jamaah : Bagaimana dengan do’a kita yang tidak ada hubungan
daging dan darah (heritasi) dengan ahli kubur ?
Mubaligh : Mari kita mendo’akan kepada ke dua almarhum, baru
nanti kita baca ayat sandarannya “Ya Allah, berilah
maghfirah kepada ke-dua almarhum Gus Dur dan Cak
Nur, karuniakanlah rahmat dan kasih sayang-Mu kepada
ke duanya, maafkanlah dan ampuni mereka berdua, ,,,,
Jamaah : Amiin, amiin ya rabbal’alamin.
Mubaligh : Mudah-mudah do’a ini sebagai amal jariyah kedua
almarhum, berkat ilmu serta gagasan mereka berdua yang
kita daras atau kaji ulang.
وَ الَّـذيْنَ جَاءُو مِنْ بَعْـدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّـنَا اغْـفِرْلَنَا وَ ِلإِاحْـوَانِنَا الَّذِيْنَ سَـبَقُوْنَا باِ لإْيْمَانِ وَلاَ تَـجْعَلْ فِى قُلُـوبِنَا غِـلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُـوا دَبَّـنَا إِنَّـكَ دَؤُفٌ دَحسـيْـمٌ
Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka aberdoa’a ; ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Egkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang (QS; 59 ayat 10)
Jamaah : (ada seorang yang nyeletuk bertanya) kelanjutan seminar
tadi bagaimana ?
Mubaligh : مَـنْ دَبَّـكَ siapa Tuhan kamu ? مَـنْ نَـبِِيُّكَ siapa nabi kamu? Dan مَـا دِيْـنُـكَ ؟ apa agama kamu ?
Tiga pertanyaan inilah, diantara banyak pertanyaan yang ditanyakan Malaikat Munkar dan Nakir secara berulang-ulang di alam kubur .

Jamaah : eeeeeeeeeeeh saaawa’ ….. Ustadz !!! ????
Mubaligh : Apa maksudnya ?
Jamaah : Yaaaaaaaaaaaaaa, sama saja …………..
masih berkisar seminar dalam kubur ??????????????
Mubaligh : Ustadz kira ??? radio SAWA ………………!!!!!

---mic---
M.Masud CHATIM al HAJJ - h2m 005


Selasa, 11 Mei 2010

PENYELAM DAN IKAN-DUYUNG

Penyelam dan Ikan Duyung

Tumpukan bambu-bambu besar panjang yang di ikat seperti rakit telah sampai ke tengah laut yang jarak antara bibir pantai sekirtar 2-3 Km, layaknya menambangkan perahu, batu besar yang diikat dengan tali plastic sebesar jari-jari tangan diturunkan sebagai jangkar, agar bambu tidak hanyut di bawa arus. Bambu ini merupakan bahan bangunan pembuatan bagan, sebagai renovasi bagan yang sebahagian besar hanyut diwaba arus akibat terpaan angin puting beliung beberapa bulan yang silam.
Pekerjaan akan dimulai setelah joragan dan pekerja lainnnya datang.
Kira-kira dua jam lagi matahari tenggelam, datanglah perahu kapal yang mapu membawa buatan hingga 50 ton menghampiri sisa-sisa bagan yang rusak berat itu. Sauh diturunkan, orang-orang yang diperahu penarik rakit bambu naik ke kapal di mana joragan Haji Usman dan beberapa cucunya yang masih kecil juga Kiai Syaikuna -yang biasa memimpin do’a di masjid, di rumah duka ketika ada kematian maupun ditempat hajatan- mereka telah duduk di atas tikar yang dihampar diatas dek. Belasan orang duduk melingkar, dua paket nasi tumpeng warna putih dan kuning, tiga buah baskon nasi dan lauk pauk, kantong plastik semuanya sudah siap, tinggal menunggu perintah Joragan Haji Usman untuk menyantapnya.
Kiai Syaikhuna , yang dipanggil Kiai Syaikhu saja, mulai pengantarnya dengan bershalawat kepada nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, kemudian mebaca surah al Fatihah tiga kali dan berdo’a; pertama untuk Nabi dan keluarganya serta para shahabatnya ; ke dua untuk kaum muslimi muslimat baik yang telah wafat maupun yang masih hidup, lebih-lebih pada orang tua yang hadir ; yang ke tiga untuk Haji Usman dan para pekerja agar diberi keselamatan dalam mendirikan bagan. Dilanjutkan dengan membaca سُـــوْرَةُ الْـمُـلْكِ surah al Muluk atau tabarakal-mulki, surah ini biasa dibaca bila dikaitkan dengan permohonan agar dimudahkan untuk mencari rezeki ataupun tasyakuran Ulang Tahun; bila berkaitan denga musibah atau tasyakuran mendapat rezeki yang baca surah Yasin, kemudian bertahlilan, berdo’a lagi …… selesai ……dilanjutkan penancapan tiga batang bambu ke dasar laut, sebagai tiang utama bagan ………
Matahari beberapa meter lagi akan tenggelam, sinarnyapun sudah mulai menguning tidak memanas hanya sedikit silau, nampak besar dibanding ketika terbit. Mereka semua pulang dengan ke dua perahu yang membawa mereka hanya rakit tumpukan bambu yang terikat pada sisa tiang bagan dan tertahan tali jangkar batu yang tertinggal.
Haji Usman termasuk orang mampu, orang kaya di desa itu, kedermawanannya sudah dinikmati masyarakat dan penduduk desanya, juga desa tetangga. Setiap perayaan Hari Besar Islam maupun Nasional, Haji Usman senantiasa berpartisipasi aktip.
Tidak hanya dermawan dalam menyumbangkan sebahagian kekayaannya, ia juga dermawan dalam ibadah sebagai orang yang mampu beribadah ; zakat sudah pasti ia bayarkan infak hampir setiap hari, ibadah umrah sering ia jalani, puasa hari senin-kamis sudah biasa juga puasa tiga hari pada setiap bulan purnama tanggal 14-15dan 16, shalat sunnah pengiring shalat fardhu juga shalat dhuha atau fajar sebagai bahagian infak ibadahnya. “Kewajiban sebagai hak Allah –suka tidak suka wajib kita laksanakan dan orang lain dapat memaksanya- sedangkan ibadah sunnah sebagai sarana mencari keridhaan Allah” : kata Haji Usman, yang hanya menikmati pendidikan bangku sekolah lanjutan atas, ketika bercanda dengan beberapa hadirin dalam menghadiri peringatan Hari Besar Islam.
Memang menjalankan ibadah wajib merupakan beban yang paling ringan bagi tiap-tiap muslim muslimat yang telah berakal baligh sebagai keharusan yang tidak boleh tidak mesti harus dikerjakan, yang tidak menjalankan kewajiban ibadah-wajib maka ia wajib membayarnya sebagai utang beribadah. Bagi yang mampu menambah beban, Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk menambah dengan ibadah-ibadah yang sunah.
Orang yang pelit beribadah adalah orang yang hanya menjalankan ibadah wajib, bahkan orang yang mengabaikan ibadah wajib ia telah menggelapkan ibadah-wajib, orang ini termasuk orang yang sangat kikir beribadah. Orang dermawan dalam beribadah ia akan menjalankan Ibadah Sunah sebagai infak dan sedekah beribadah karena Allah dan untuk Allah, wujud tanda cintanya kepada penuntun umat Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat-nabi serta kepada para ulama pewaris-nabi dan rasul . ……..
Matahari terbit dari arah timur laut udara dingin dengan kabut putih pertanda siang hari akan panas, burung walet kepinis terbang melayang rendah, ngengat lemut serangga kecil berterbangan keluar dari pohon kelapa dan semak-semak serta rerumputan menikmati sejuknya udara pagi yang sebentar lagi akan pergi dihalau panas-sinarnya matahari. Bersamaan itu berlayarlah para pekerja pembuat bagan milik Haji Usman, mereka berjumlah sepuluh orang, menaiki perahu penangkap ikan yang digerakkan dengan mesin-motor.
Satu, dua, tiga, empat hingga delapn tiang telah ditanjapkan kedasar laut oleh para penyelam tradisional, umumnya mereka mampu menahan nafas lebih dua menit dalam kedalaman tiga hingga empat meter di dasar laut.
Bambu ke sembilan sebagai tiang penyangga terakhir siap di tancapkan, dua batu sebesar bantal sudah siap diikat di pangkal bambu, pipa besi 0,5 inci telah ditanjapkan sebagai tolok-ukur posisi tiang itu ditegakkan. Lamanisi dan Lamasungku, mereka berdua tukang pembuat bagan yang paling senior, siap untuk terjun ke dasar, sementara yang lain memegang dan mengulur tiang bambu itu juga pipa besi agar tidak tergeser.
Baru satu menit menyelam, naiklah Lamanisi dan Lamasungku ke permukaan sambil triak ‘ditiang ke lima ada ikan duyung’. Bangkitlah Bolang dari istirahatnya di atas dak bagan reyot yang hampir roboh itu, yang telah menyelesaikan penancapan sebanyak empat tiang ; “itu urusan aku” katanya, kemudian bergegas terjun. Lamanisi, Lamasungku, Pardi dan Sukijan meneruskan pekerjaan agar lebih cepat selesai, sementara Slamet dan Wanto memandu dari atas.
Hampir liam menit Bolang tak timbul muncul, tiba-tiba ngambang sambil teriak : “tolong !” sambil tangan kirinya memeluk tiang, sementara siku kanannya berdarah. Bambu kecil di ulurkan ke arahkan ke Bolang, di tarik dan di naikkan ke perahu. Dengan cepat Sukijan dan Slamet memasang mata tombak pada ujung pipa, dijegahlah oleh Bolang : “jangan Jan !, jangan !” sementara Dul Somat dan Lamasugku merawat luka dengan disiram spirtus dan betadine lalu dibungkus plastic dan diikat dengan kaos kotang. …
Penancapan tiang t’lah rampung tinggal pekerjaan di atas air, sambil makan minum juga ada yang merokok, si Bolang masih nyengir menahan nyeri, sesekali mengisap rokoknya dalam-dalam.
Lamanisi : Memang kau apakan di Duyung itu ?
Bolang : Gak aku apa-apakan !
Wanto : Wong lebih empat menit gitu kok gak di apa-apakan ?
Bolang : Sumpah mati gak ku apa-apakan !
Lamanisi : Memamang ceriteranya gimana ?
Bolang : Duyung tadi kan sedang termenung menyandar bambu,
kedekati pelan-pelan dari belakang agar tidak terkejut dan
lari ,,, kupeluklah dia ……….
… Wanto : Wong dipeluk gitu koq bilang gak di apa-apakan !
Bolang : Sungguh gak ku apa-apakan ,,, begitu pelukan tanganku
hampir berhasil ,,, teriaklah si Duyung itu : “kakaaaaaang !!!”
,,, langsung wuuusssssss datang dari arah depanku Ikan Hiu
dengan moncong terbuka menyerang ke arahku, ku peluklah,
… Wanto : Naaaaaaaaa ngaku juga ???
Bolang : Tunggu dulu, yang kupeluk bukan si Duyung tapi bambu,
sambil kulindungi mukaku dengan tangan kananku ,,, akhirul kalam ……. luka dan boroklah yang ku dapat.????
Sukijan : Tapi kenapa ketika aku mau turun dengan tombak itu, kamu
cegah ????
Bolang : Lha wong Ikan Hiu itu, suaminya si Duyung itu ,,, kaliiiiik ???
Slamet : Makanya kalau mau selingkuh jangan dengan si Duyung !
Bolang : Yang selingkuh itu siapa ?????????? wong baru aaaaa … ???

---mic---

M.Masud CHATIM al HAJJ - h2m.004

Jumat, 07 Mei 2010

Mengenang Gus-Dur

Pengurus Masjid selaku pembawa acara telah menyampaikan laporan keuangan kas masjid, dilanjutkan dengan petugas juma’atan yang akan memimpin rangkaian ibadah shalat jum’at, mulai dari ;
Muazin yang bertugas mengumandangkan azan, memperingatkan jamaah agar mendengarkan khutbah yang dibacakan khatib, membaca shalawat dan do’a di antara dua khutbah dan mengumandangkan iqamah agar jamaah bangkit untuk mendirikan shalat.
Khatib yang bertugas membacakan khutbah, khutbah jum’ah boleh dibacakan menggunakan bahasa Arab, bahasa Indonesia atau bahasa Daerah.
Imam yang bertugas debagai Imam pada shalat jum’at, pada shalat janazah, pada shalat ghaib dan memimpin berzikir setelah shalat.

Setelah disampaikan siapa yang bertugas sebagai Muazin, Khatib dan Imam disampaikan juga bahwa setelah shalat jum’at, dilanjutkan shalat ghaib.
Suara shalawat, azan dikumandangkan muazin dilanjutkan dengan memperigatkan jamaah agar mendengarkan khutbah. Ada sebahagian jamaah mendirikan shalat dua rakaat.
Khatib berdiri sambil mengucapkan bismillahir-rahmanir-rahim dan salam ; langsung mengajak hadirin bahwa nanti setelah shalat akan dilaksanakan shalat ghaib. Karena shalat ghaib ini jarang kita laksanakan ‘kata khatib’ maka perlu diketahui oleh bapak serta saudara-saudara jamaah rahimahullah :
Pertama; bahwa shalat ghaib sama dengan shalat jenazah, bedanya pada shalat ghaib jenazah tidak ada dihadapan kita, dengan kata lain jenazahnya sudah dikubur dan kita tidak ikut dalam shalat janazah tersebut. Shalat ghaib dapat dilaksanan sendiri-sendiri atau berjamaah.
Ke dua ; bahwa shalat ghaib sama dengan shalat janazah, jadi tidak ada ruku’ ataupun sujud dan dilaksanakan dengan berdiri, bagi yang tidak kuasa untuk berdiri dapat duduk, ada empat kali takbir.
Ketiga ; kita mulai dengan ;
A ) NIAT shalat atas/untuk mayit ( si ANU ) yang ghaib karena Allah Ta’ala.
B ) Diteruskan takbiratul ihram –sebagai TAKBIR yang PERTAMA) sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan kepala kita dan mengucap Allahu akbar ( الله اكـبـــر ) terus mendekapkan tangan kiri dan kanan di atas perut sambil membaca surah al fatihah ;
بســـم الله االرحـمن الرحـيم (^) الحـمد لله رب العـلمـيـن (*) الرحمن الرحـيم (*) ملـك
يوم الدين (*) ايّاك نعبد و ايّاك نسـتعين (*) اهدناالصراط المسـتقـيم (*) صـراط الذين
انعـمت عـلـيهم غـير المغضوب عـلـيهم و لا الضّـالّـين (*) آمـيـن

Bismillahir-rahmanir-rahim (^) alhamdu-lillahi-rabbil-‘alamin (*) ar-rahmanir-rahim (*) maliki yaumid-din (*) iyyaka-na’budu-wa-iyyaka-nasta’in (*) ihdinas-shiratal-mustaqim (*) shiratal-lazina-an’amta- ‘alaihim-ghairil-maghdhubi-alaihim- wa-ladhdhalin(*) amin

C. TAKBIR KE DUA dan membaca shalawat (boleh yang singkat dan ada yang lengkap)

الله اكبر :
اَللَّهُمَّ صَـلِّ عَـلَى ( سَـيِّدِنَا) مُحَمٍَََََّّدٍ ( singkat )
Allahumma shalli ‘ala (sayyidina) Muhammad

اللهم صل على (سـيدنا) محمّد وَعَلى اَلِ (سـيدنا) محمَّدٍ كَمَا صَـلََّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ
اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمََّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَىآلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى
الْعَالَمِـيْنَ اِنّكَ حَمِـيْدٌ مَجِــيْدٌ ( lengkap )
Allahumma shalli ‘ala (sayyidina) Muhammadin wa ‘ala ali (sayyidina) Muhammadin kama shallaita ‘ala Ibrahima wa ‘ala ali Ibrahima, wa
barik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kama barakta ‘ala
Ibrahima wa ‘ala ali Ibrahima, fil ‘alamina innaka Hamidun Majidun
D. TAKBIR KE TIGA dan membaca do’a (boleh yang singkat dan ada yang lengkap)
الله اكبر :
اَّللّهُمََّ اغْفِرْ لَهُ (لَهَا) وَ ارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِـهِ (ها) وَاعْفُ عَنْهُ( singkat )
Allahummaghfir la-hu(ha) war ham-hu(ha) wa ‘afi-hi(ha) wa’fu ‘an-
hu(ha)
اللهم اغفرْ لَهُ و ارحمْه وعافُُِـه واعْـفُ عنْه وَاَكِْرمْ نُزُوْلَهُ وَ وَسِعْ مَدْخَلَهُ وَ اَغْسِــلْهُ
بِِالْمَاءِ وَ الِّثلْجِ وَ الْبَرْدِ وَنقِِّّـهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّّـى الْثَـوْبُ اْلاَبْيَـضُ مِنَ الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ دَارًا
خَيْـرًا مِن دَارِهِ وَ اَهْلاً خَـيْرًا مِنْ اَهْلِـهِ وَ زَوْجًـا خَـيْرًا مِنْ زَوْجِـهِ وَ قِهِ فِتْنَــةَ الْقَــبْرِ
وَ عَذَابَ النَّـارِ ِ (lengkap)
Allahummaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu wa wasi’ madkhalahu waghsilhu bilma‘i wats-tsalji wal bardi wa naqqihi minal khathaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad danasi wa abdilhu daran khairan min darihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi wa qihi fitnatal qabri wa ‘azaban nari.
(*) Jika mayat laki-laki seorang لَـهُ , dua orang لـه menjadi لَـهُـمَا
dan jika tiga orang atau lebih لـه menjadi لَـهُـمْ , ( هُ هِ , هُــمَا هِــمَا , هُــمْ هِـــمْ ) juga ;
(**) Jika mayat wanita seorang لَـهَـا , dua orang لَـهُـمَا tiga orang
wanita atau lebih menjadi لَـهُـنَّ ; jika diantara mereka ada
seorang laki-laki atau lebih maka menjadi لَـهُـمْ

(***) Jika mayat tersebut anak-anak laki-laki, membaca do’a :
اَللَّـهُـمَّ اجْــعَلْــهُ فََـرَطًا لاَِبَويَْـهِ وَسَـلَـفًا وَذُخْـرًا و عِظَّـةً وَ اعْتِبَــارًا وَشَــفِـيْعًـا وَ ثَـقِِّـلْ بِـهِ
مَوَازِيْــنَـهُمَا وَافْـرِغِ الصَّــبْرِ عَلََـى قُلُـوْبِـهِـِـمَا وَلاَ تَفْتِـــنْهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْــرِمْنَا اَجْـرَهُ
E. TAKBIR KE EMPAT dan membaca do’a (boleh yang singkat dan
ada yang lengkap)
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْـنَا اَجْـرَهُ وَ لاَ َتفْـتِـنَا بَعْـدَهُ وَاغْـفِـرْلَنَـا وَلَـهُ ( singkat )
Allahumma la tahrim-na(ni) ajrahu wa la tafti-na(ni) ba’dahu waghfir lana (liy) wa lahu
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْـنَا اَجْـرَهُ وَ لاَتفْـتِـنَا بَعْـدَهُ وَاغْـفِـرْلَنَـا وَلَـهُ ولإِخْـوِانِنـَا الذّيْـنَ سَــبَقُونَا
بِالإِيَـمَانِ وَلاَ تَجْـعَلْ فِى قُلُـبِنَـا غِـلاًّ لَلَّــذِيْنَ آمَنُــوْا رَبَّــنَا إِنَّــكَ رؤُفٌ رَحِــيْـمٌ
Allahumma la tahrim-na(ni) ajrahu wa la tafti-na(ni) ba’dahu waghfir lana (liy) wa lahu wa li ihwanina(ihwaniy) lazina sabaqu-na(ni) bil imani wa la taj’al fi qalbina(qalbi) ghillan lillazina amanu rabbana(rabbiy) innaka Raufun Rahimun.
F. Selesai membaca pada takbir ke empat terus memberi salam dengan mengucap : اَلسَّــــلاَمُ عَلَيْــــكُمْ وَ رَحْـمَـةُ اللَّـــهِ وَ بَـرَكَاتُـهُ sambil memalingkan muka ke kanan dan ke kiri.
Khatib berhenti sejenak, lalu memberi salam, barulah memulai khutbah dilanjutkan shalat fardhu juma’at bagi (laki-laki, mikimin, merdeka dilaksanakan berjama’ah) kemudian shalat-ghaib, yang disebutkan oleh imam untuk tujuh orang dan muslimin-muslimat saudara kerabat jamaah yang mungkin jamaah tidak sempat menshalati mereka………………..
Perahu layar sudah banyak menyandar dipinggir pagar halam masjid, berhiasan bendera yang warna-warni umumnya menawarkan makanan dan minuman ringan, terlihat juga dikanan kiri jalan menuju ke luar pernak-pernik assesoris dan busana muslim-muslimat tersaji di atas alas meja, menghampar di laut koral-batu kecil yang tersambung paving-block sebagai pembatas.
Bola mata Rahmat bergerak kekanan-ke kiri ke ujung dan ke depan sampai keliling mengamati perahu layar mengapung di atas ban-becak; ada ketoprak, minuman ringan, nasi soto, es buah, sate pariaman, es air tebu, bakso …………….. sementara tangannya sedang mengikat tali sepatunya.
Didin Paidin : Mat !, kita cari ganjal perut dulu , yok …… sate
pariaman minumnya es tebu … atau ketoprak ? tegur
Didin Paidin
Rahmat :Kemana sajalah yang penting perut tidak ber-jazz-jazzan,
berdangdutan, kata Rahmadi, yang menghindar dari
keroncongan.
Didin : Masih saja ada orang yang men-shalat ghaib-kan Gus-Dur …
Rahmat : La wong aku juga baru tadi, paling-paling selama ini ya ikut
duka, walau dalam hati.
Didin : aku sudah, berarti ini untuk yang ke dua, tapi kata Imam tadi
dia bilang untuk orang banyak, yaaa kuniatkan untuk famili
kerabatku yang tak kutahui.
Rahmat : Apa sih maksudnya udah sekian bulan masih ada yang minta
untuk shalat ghaib. Kiyai besar saja paling-paling sampai
sebulan atau empat puluh hari.
Didin : Lha kamu gak tahu, kalau Kiyai santrinya banyak, mungkin sudah
sekian tahun baru tahu, lalu shalat ghaib.
Rahmat : Eeeee kamu ini benar-benar santri Din, … tapi dari depan,
dari samping-belakang dan atas tak kelihatan.
Didin : banyak wajah orang orang di koran dan majalah, … tapi wajahku
di matamu bak kamu bercermin dalam satu kaca ,,,, tapi cermin
yang kumiliki dapat dilipat sembilan ,,,, kalau aku sedang
berscermin di tengah ,,,, juataan wajah ada pada diriku gak habis
habisnya ,,, dalam cermin ada cermin didalamnya terdapat
cermin-cermin-cermin ,,, kalau kamu dapat menghitung berarti
kamu tidak pusing …..
Rahmat : Wah, jawaban filosofis ,,,,, eeeee ngomong-ngomong, tahu
gak kamu Din , Gus- Dur itu orang apa, ? Koq semua umat
beragama dan orang yak tak ketahuan agamanya-pun ikut
berdo’a, banyak yang berbela sungkawa dan berdo’a, kalau tahu
jawabannya nanti tak traktir.
Didin : Allahummaghfir lahu, yang jelas beliau negarawan,
Rahmat : bukan ,,,,
Didin : Ulama Moderat,
Rahmat : bukan ,,,,
Didin : Tokoh LSM,
Rahmat : bukan ,,,
Didin : Muslim Multikultura,
Rahmat : bukan ,,,
Didin : Muslim Pluralis,
Rahmat : bukan ,,,
Didin : Kolomnis,
Rahmat : bukan ,,,
Didin : Alumni Timur-Tengah
Didin : Tokoh N.U.
Rahmat : juga bukan ,,,,,,,,
Didin : Udahlah, aku nyerah ,,, kalau begitu apa ?
Rahmat : dilarang memperbanyak atau meng-copy tanpa izin beliau.
Didin : Lha wong sama-sama gak tahu koq tanya !
Rahmat : gitu aja koq reeepot !????????

---mic---

M.Masud CHATIM al HAJJ H2M 003

Rabu, 05 Mei 2010

BAUK alias BADEG

Bauk alias Badeg
Para sopir mobil-pribadi sedang ngobrol dibawah pepohonan -yang biasa juga digunakan penjaja makanan seperti bakso, mie-ayam, ketoprak maupun minuman ringan sambil menunggu majikannya- mereka sedang ngobrol kesana kemari. Pembicaraan biasanya mengenai ; tip-tip atau hadiah yang sering diberikan majikannya atau gaji tambahan sebagai uang lembur; soal wanita calon isterinya –yang memang mereka pada umumnya masih bujangan- yang beristeripun ikut menimbrung ceritera tentang selingkuhannya ; kadang-kadang juga mengenai kehidupan pribadi majikannya serta keluarganya yang mereka semuanya orang asing atau keluarga campuran.
Rizal, sopir yang hampir dua tahun membawa majikannya seorang WNA asal eropa, majikannya tidak banyak ngomong berwajah kalem tapi serius, baik di rumah maupun di mobil, gak tahu kalau di tempat kerjanya. Setiap kali mobil mengalami gangguan kecil, padahal dia mengetahui, majikannya melarang untuk memperbaiki. Pernah suatu hari di siang hari mobil ngadat dan mogok, dia rela duduk kepengapan di jok mobil dengan kaca jendela setengah terbuka hampir dua jam, padahal hanya setelah angin karburator yang kendor.
Muhdi, yang baru tiga bulan jadi sopir orang asing menceriterakan majikannya yang menikmati makanan Indonesia khas sunda di Rumah Makan lesehan, dikatakan tidak makan nasi alias sedikit saja tapi banyak makan lauk. Ayam panggang seekor dua pepes ikan mas sedikit lalapan daun mint dan ketimun di lahab habis, nasi secentong tidak penuh sebagai teman lauk, dinikmati namun acak-acakan, memang RM tidak menyediakan sendok-garpu hanya mangkok cuci tangan, duduk silanya pun tidak tenang sekali-kali kaki sebelah dilipat ke atas kadang-kadang diselonjorkan. Memang ruangnya agak lapang, tiap saung atau tiap meja ukuran luas bahkan sehabis makan atau menunggu sajian ada juga yang sambil tidur selonjor. Rupanya makan nasi pakai jari-jari tangan, bagi yang tidak biasa akan nampak lucu, seperti orang tak pernah makan pakai lidi sumpit a la china atau jepang, kata Muhdi.
Robin juga punya ceritera; hampir tiap malam sabtu dan minggu ia menemani majikannya dan pacarnya, tapi sering juga majikannya yang membawa sendiri. Majikannya yang Orang Barat ini, konon bujangan yang usianya sudah berkepala tiga, ketika bersama pacarnya yang juga orang bule ini kadang-kadang aku –kata Robin- ikut menikmati aura cinta-kasih mereka berdua yang merasup lagi merayap menggeremet dalam darahku, seperti mimpi atau nonton film. Ingat akan Lady Di dan al Fayad, akhirnya kulirik hanya sekali-kali, kalau aku jadi anggota BSF pasti sudah ku cut. Juga kadang-kadang menikmati harumnya miras, yang sekali-kali juga dapat bahagian, yang kuteguk sedikit-sedikit atau ketika sampai diperistirahatan.
Lain Robin lain dengan Muhdi juga berbeda dengan Rizal, Darsono mempunyai kisah yang lumayan terhadap majikannya yang sedang menikmati honey-moon, walau tidak sebulan penuh mereka mengambil cuti, karena cuti yang diberikan sama dengan yang diberikan pegawai lokal yang hanya sepuluh hari kerja. Darsono membawa mobil majikannya sudah dua tahun lebih, majikannya juga orang eropa bahkan dia dijadikan mediator atau mak-jomblang mantan pacarnya yang kini sudah jadi isterinya.
Mulailah Darsono yang tadinya sebagai pemerhati kadang-kadang tersenyum ketawa juga manggut-manggut kepala, kini ikut urun ngrumpi. Aku juga punya ceritera majikanku tapi yang buaauk alias buaadeg-nya saja, kata Darsono dengan logat jawa-timuran dialek Babat, kota wingko tempat kelahirannya….sambil terbatuk-batuk karena tertelan asap rokoknya …
Ia terus diam, teman-kawanya pun diam sambil mengarahkan bola mata mereka ke wajah Darsono yang akrab dipanggil Dar… Belum ceritera malah ketawa sendiri sampai berlinangan air mata memenuhi pelepuk dan mengalir ke pelipisnya …
Lo, gila Dar ! kata Robin, ceritera baru judulnya udah ketawa sendiri.
Bukan gila tapi gendeng bin edan kata Muhdi, menyampungnya …
Apa itu ? kata Robin, dilanjut Robin dan Rizal saling berpandangan …

Gua ini sama Mr John, adik-kakak lain ayah lain ibu juga lain kebangsaan seperti akrabnya saudara sendiri.
Mulai dia dikhitan, membaca dua kalimat syahadat dan melamar Lusi –panggilan Lusiana- yang kini menjadi isteri John Salam yang sebelum muslim namanya John Smith, gua yang yang menemani.
Memang khitan dulu baru baca syahadat, kata Robin, sedikit bertanya …
Lha iya no, kata Muhdi, kalau syahadat dulu baru khitan, ya bisa lecet dan borokan …
Jangan pakai bahasa luar-angkasa, gua gak tahu kata Rizal …
Mereka itu namanya kawin campuran, kata Darsono …
Kawin itu ya campur, masak sendiri-sendiri, kalu sendiri-sendiri namanya onani lagi masturbasi, sahut Robin …
Otak kamu belum pernah di Porstek, makanya banyak lumutnya, jawab Darsono… Kata penghulu di KUA, bahwa di KUA perkawinan yang berbeda agama tidak dapat dicatatkan di KUA. Jadi yang namanya kawin campuran itu suami-isteri berbeda kewarga negaraannya, bukan berbeda agamanya.
Kayak Modin (Pembantu Penghulu) aja, kata Muhdi …
Ganteng-ganteng gini gua cucunya modin, tahu gak !!!
Enggaaaaak, kata mereka.
Ya sudah,,, Darsono melanjutkan ceriteranya … tiga minggu yang lalu mereka akad nikah pernikahan di Ciamis Bandung dilanjutkan resepsinya siang itu uga hingga sore… malamnya gua pulang, seminggu kemudian gua dipanggil untuk jemput mereka.
Gak pantas lo ngomong gua, kata Rizal …
Baiklah, Minggu pagi aku ke Ciamis, siang menuju Puncak mereka nginap di Hotel Wisata, sedang aku di Hotel Jok …
Kasihan deh gueee, kate mereka bertiga…
Senin siang keluar hotel menuju arah Bogor, beberapa menit Lusi menyuruh berhenti, akan beli ubi bakar (silembu) … Dar, berhenti di depan … ku jawab, ya Nya … apa ? kata Lusi.
Iya Nyonya kataku lagi.
Sejak kapan kamu panggil Lusi, Nyonya.
Baru saja!
Hebat, lo Dar !
Kan udah jadi Nyonya, masak panggil Non kan gak pantes, sambil menggeplak-kan majalah yang dipegangnya ke kepalaku.
Kami melanjutkan perjalanan, kata Lusi ACnya agar dimatikan, dalam hati memang kutunggu, artinya mereka aka merokok, aku kan dapat merokok juga … Menjelang masuk Bogor, terciumlah orang sedang menggoreng trasi untuk sambal, kudengar Mr John sedang membuang nafas dari hidungnya layaknya nyamuk masuk hidung, kulirik ia sedang megambil tissue dan menutupi hidungnya, sememtara Lusi mengkembang kempiskan hidungnya merespon aroma terasi yang sedap sambil menelan ludah, juga aku, kemudian Lusi mencuil silembu lalu di kunyahnya. Mr. John Tanya, tadi itu aroma apa ? dijawab terasi, bahan caos sambal, Kata Lusi …
Dar, kita lewas Lebak terus Pandeglang baru ke Labuhan, kata Lusi.
Iya Nya, tiba-tiba kepalaku kegeplak majalah lagi, John hanya senyum.
Kami lewat jalan alternative, jalan yang agak sempit namun jarak tempuh lebih dekat ,,, baru belok beberapa menit masuk masuk jalan itu, di depan ada peternakan sapi perah dan pabrik keju, lewaat depan pabrik keju, Lusi membuang nafas danmengambil sapu tangannya dan menutupkan ke hidungnya, aku juga sedikit menahan nafas ,,, tapi Mr John malah menarik nafas dalam-dalam, danmencuil kentang Bogor yang pulen lagi manis.
Lewat pabrik pembuat Keju, terus memasuki area perkebunan karet, hari mejelang sore, tiba-tiba ada truk besar mengangkut latek karet setengah jadi, dari arah yang berlawanan banyak pengendara motor membawa getah karet hasil darasannya. Tiba-tiba Lusi mencari sesuatu yang ada di kantong sandaran di depannya, diambil permen karet sambil di kunyah dan sekali-kali digelembungkan seperti balon … Semenatara John juga mencari sesuatu yang ada di dompetnya, dan mengeluarkan bungkusan seperti bungkus obat batuk atau flu, sambil ditunjukkan ke Lusi, masih ada empat lagi, ujarnya … Jorok kata Lusi, sambil ketawa … aku melirik dan melihat sambil tersenyum, dan bibirku tak dapat mengerem, nyeletuklah lidahku … ketahuan ni, yeeee ? … gelepak, majalah itu markir di kepalaku lagi.
Kemudian lewat jalan perkampungan kanan-kirinya terhampar sawah diapit pematang air dan matahari kelihatannya sebentar lagi akan terbenam, Lusi dan John sama-sama menutup hidung sambil saling memandang, cendela mobil kututup ; "produk kita bersama" kata Mr John,
Iya Mr ; itu namanya WC terpanjang di daerah ini ,,, gelepaaak majalah itu markir di kepalaku lagiii ……
Tiba-tiba juru parkir memanggil … Mobil B .... SQ di tunggu.
…………….gitu aja diceriterakan kata mereka ……….

---mic---

M.Masud_CHATIM, al HAJJ. H2M 002

Selasa, 04 Mei 2010

Abu Nawas Mau tapi Malu

الـهى لســت للفردوش اهــــلا # ولآ اقـوى علـى النار الجـحـيم
فهـب لى توبــتا واغـفـر ذنـوبـى # فـانك غافـر الذنـب العـظـيــم

Ilahi, lastu lil firdausi ahla # Wa la aqwa 'ala naril jahimi
Fahab li tawbatan waghfir dzunubi # Fainnaka ghafirud dzanbil adzimi
Artinya:
Tuhanku, aku tidaklah pantas menjadi penghuni (syurga) Firdaus #
Namun, aku juga tidak kuat menahan (panasnya) api neraka.
Maka berilah aku taubat dan ampunilah (ya Tuhan) atas dosa-dosa-ku #
Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa lagi Maha Agung

Dua bait syair di atas hampir tiap waktu sehabis shalat fardu sehabis berdo’a dan shalawatan dikumandangkan oleh jemamah masjid lebih-lebih sehabis shalat jumu’at, juga bagi masyarakat sekitar masjid, qasidah tersebut sudah sangat akrab di telinga mereka. Ini salah sebuah diantara syair-syair Abu Nawas tentang zahud dan taubah ( الزهد و التـوبه ) yang berjumlah tujuh bait.
Namun, hampir yang melantumkan qasidah tersebut tidak mengetahui siapa gerangan penyair penggubahnya, namun sebagahaian yang mengetahui akan mengatakan itu gubahan penyair Abu Nawas namanya yang di negerinya di panggil Abu Nuwas.
Di negeri kita, juga negeri islam lainnya, orang mengetahui bahwa Abu Nawas adalah seorang jenaka yang penuh kecerdikan, humor dan lucu. Bahkan orang yang berkarter demikian sering mendapat julukan Abu Nawas, di Indonesia Benyamin Sueb atau Beng Slamet misalnya.
Itulah mengapa Haji MASUD mengawali humor-humornya dengan menampilkan tokoh penyair legendaries Abu Nawas, sebuah nama yang telah maklum dihati masyarakat agar dapat lebih mendekatkan rasa emosional humornya, demikian juga dalam penampilan nama-nama yang terdapat pada humor ini-pun bukanlah sebagai sindiran, ejekan, pelecehan maupun penghinaan juga hujatan.

Abu Nawas atau Ibnu Hanik nama lengkapnya Abu Ali al Hasan bin Hanik al Hakami yang dikenal dengan nama Abu Nawas, Abu Nuwas ( ابو نواس ) atau Abu Novas, sebagai nama kiasan untuknya karena suka mengantuk ( نعـاس ). Ia adalah salah seorang pujangga besar Arab klasik maupun Persia. Dia lahir disekitar tahun 756 M / 146 H di kota Ahwaz negeri Khazastan sebelah barat laut Iran pada masa pemerintahan khalifah Marwan II Dinasti Umaiyah. Tentang kelahiran dan wafatnya ada beberapa riwayat yang berbeda, maju-mundurnya sekitar lima tahunan.
Abu Nawas lahir dari hasil perkawinan serang pria berkebangsaan Arab-Syria ( Damsyiki دمشـقى ) - seorang lelaki pemberani yang bertugas sebagai tentara kerajaan (khilafah) Dinasti Umaiyah pada masa pemerintahan Marwan- bernama al Hakami dengan wanita berkebangsaan Persia namanya Julban atau Zulban.
Sepeninggal -al Hakami- ayahnya, saat itu Abu Nawas berusia dua tahunan, kemudian ibunya –Julban- ingin merubah nasib lalu pindah tempat tinggal dari Ahwas ke Basrah daerah Iraq, ketika itu Abu Nawas berumur 6 tahun. Selama di Basrah ia belajar di Masjid Basrah pada Abu Zaid dan Abu Ubaidah tentang ilmu-ilmu agama seperti fiqh, hadits, tafsir siangnya membantu ibunya mencari nafkah. Kemudian ia pindah ke Kufah belajar kepada Khalaf al Ahmar mendalami fiqih, ayat-ayat ahkam (tentang hukum) tentang ayat-ayat mutasyabihat (metaforis), tentang nasih dan mansuh pada ayat-ayat al Qur’an. Kemudian dari Kufah ia pindah ke pedalaman padang pasir -pada suku Badui- belajar syair dan adab (sastra arab dan kemanusiaan) kepada Bani Asad bin Khuzaimah serta mendalami bahasa Arab selama setahun beberapa bulan. Kemudian kembali ke Basrah, mulailah ia mengembara sebagai pujangga penyair yang dirangkai menjadi sebuah qasidah (tembang) dengan bahar-bahar (sekar atau sajak) yang berbeda beda. Pengembaraan berlanjut menuju Bagdad lalu ke Damsyik sampai ke Mesir, kemudian kembali lagi ke Bagdad.
Abu Nawas wafat sekitar tahun 814 M bertepatan tahun 207 H pada masa pemerintahan khalifah Al Ma’mun pengganti Harun al Rasyid Bani Abasyiah di pemondokan Ismail Naubkhat ( دار اســـماعـيل بـن نـبخ ) setelah lama dipenjara oleh Khalifah Harun al Rasyid.
Pada masa hidup Abu Nawas, Dunia Islam sedang menanjak sampai di pusat kejayaan. Budaya India, Persia, Yunani, Romawi masuk ke dunia Islam, ini merupakan era kebebasan ; era liberal ; era rasional. Kebebasan berfikir, kebebasan beraqidah, kebebasan memberi petunjuk dan kebebasan menyesatkan, kebebasan menuju jalan ketaqwaan ( تقـوى ) dan kebebasan menuju jalan kejahatan ( فجــور ( semua budaya pemikiran masuk kedalamnya terjadilah akulturasi menampak sebagai masyarakat muslim multikultura atau pluralis. Namun terdapat juga kelompok minoritas yang bersiteguh pada ajaran salaf dalam mempertahankan nilai al Qur’an dan as Sunnah, walau dengan konsekwensi logis harus masuk penjara atau dihukum pancung karena aqidahnya segaris dengan faham jabariyah atau predestination. Memang kelompok rasional, liberal yang berfaham qadariyah atau free will telah masuk ke dalam system kekuasaan pemerintahan khalifah, sebagai contoh Imam Hambali harus menerima hukuman pancung karena masih bersiteguh mempertahankan ajaran salaf dan berfaham jabariyah, juga ada muridnya yang bernasib sama dan banyak juga yang dipenjarakan.

Sepeninggal Abu Nawas, kumpulan qasidah syair-syairnya dihimpun dalam sebuah naskah yang dinamai “ Diwan Abu Nuwas “ديوان أبي نواس atau “Kumpulan Puisi Abu Nawas”.

Sebagai anekdot kejenakaannya yang telah mejadi humor-humor keseharian, diantaranya ;

1, Abu Nawas membokongi khalifah Harun al Rasyid;
Untuk mendekatkan Khalifah dengan rakyatnya, konon diadakanlah tiap bulan sekali awal jum’at pertama tiap bulannya semenjak fajar hingga menjelang shalat jum’at. Semua rakyat boleh menyampaikan aspirasinya secara bebas, waktunya terbatas dan tidak boleh menghina. Ada yang menyampaikan dengan pidato layaknya orator, ada dengan baca puisi ada juga yang dilantumkan, ada juga gerak tanpa suara bak pantomin ada juga yang membuat lawakan. Begitu Abu Nawas mendapat giliran, mulailah Abu Nawas naik panggung memberi hormat pada khalifah dengan menunndukkan wajah, meletakkan tangan kanannya di dada kirinya. Bagai badut sirkus mulailah ia mempertontonkan kebolehannya, yang disambut tebuk tangan, suitan siul dengan sambil menepuk pipi. Ditunnjukkan pada lengannya ada kancing baju, pundaknya juga, kerah lehernya juga ada beberapa, di dengkulnya, bagian bawah jubahnya; semua kancing baju yang ada di baju dan jubahnya, kemudian berhenti sejenak sambil meletakkan telapak tangannya di kening seakan memikirkan sesuatu, lalu ditunjukkan sebuah kancing baju yang besar dijahit pada bokong jubahnya, sambil membongkokkan badan dan membokongi khalifah.
Oleh penyelenggara ia (Abu Nawas) dinyatakan bersalah karena menghina, karena adat kesopanan orang Bagdat memegang bokong adalah penghinaan.
@ Kurang hajar walau wajar pada tempatnya, namun akhirnya wajar juga ia dipenjara.

2, Hukuman Berak (saja)
Karena Abu Nawas buang air besar di tempat umum ; sebagai hukuman imbalan, seluruh warga se kampungnya di suruh berak di depan rumahnya. Oleh Abu Nawas di lihat siapa yang plus kencing di tandai, setelah selesai Abu Nawas membawa ember penuh air comberan yang kotor lagi bauk tak sedap, kemudian disiramlah satu gayung bagi yang berak plus kencing, alasannya mengencingi halaman rumahnya tidak termasuk dalam imbalan hukuman.
@Menambah imbalan hukuman dan main hakim sendiri.

3. Putri Harun al Rasyid Jatuh Sakit.
Sang putri khalifah yang menginjak dewasa jatuh sakit, setiap habis tambil di hadapan public. Tabib seluruh negeri tak ada yang sanggup menyembuhkan, sayembara pun disebar, siapa yang dapat menyembuhkan putrinya akan diberi hadiah. Suatu hari Putri khalifah tampil di keramaian dengan wajah pucat disertai jantung berdebaran. Mengetahui akan hal itu; membelilah Abu Nawas jubah wanita, model yang sedang in & ngetren bagi gadis remaja saatb itu. Mendekatlah Abu Nawas sambil membisikkan ke telinga putri khalifah lalu memberikan bungkusan. Pergilah sang putri ke kereta caravan kerajaan yang tak jauh dari tempat itu. Beberapa menit kemudian putri dengan wajah berseri-seri dan senyum mungilnya, keluar dari caravan sambil mengenakan jubah yang diberikan Abu Nawas kemudian bergabung dengan remaja seusianya yang sedang menyaksikan festival dengan penuh ceria. Dan seterusnya tidak sakit lagi.
@ Putri lebih menyenangi baju yang layak digunakan remaja seusianya.

Demikian, sekelumit tentang Abu Nawas seorang penyair, pemabuk dan akhir hayatnya bertaubat, walau Aththar Fariduddin tidak memasukkan ke dalam kitab Tadzkiratul Auliya-nya.

Memang bukan Abu Nawas kalau bukan Penyair, dalam keadaan menikmati ke-mabukan-nya-pun ia masih sempat mengambil pena dan kertas, karena memiliki kemampuan untuk mengerem dan menikmati kelezatan mabuk jangan sampai berhenti di otak, lalu ia menulis sebuah syair yang diberi judul Khamr / Mabuk

Sementara di sudahi dahulu, dan inilah sebuah bait syair - nya

ولما شــربناهـا و دب دبــيبها # الى موطن الأســرار قلـت لها : قفى

wa lamma syaribna-ha wa dabba dabibuha #
ila mauthinil asrari qultu laha : qifiy

Dan ketika kami meminumnya dan merayaplah rayapannya #
hingga sampai ke negeri bahagia, ku katakan padanya ; berhentilah !

Bait syair tersebut di atas, merupakan bentuk kinayah atau kiasan, dimana Abu Nawas menggambarkan ketika khamar itu sampai dinegeri yang menyenangkan, bukan dimaksud negeri Bagdad yang saat itu sebagai negeri 1001 malam yang penuh ke-glamoran. Namun negeri yang penuh kesenangan, kegembiraan dan ke-glamoran, itulah hati.

Muuuulai ! : maabuuuuk lagiiiii, maabuk laagiiiiiiii ???!!!!

(--- mic--- )

M.Masud CHATIM al HAJJ - H2M .001