Laman

Selasa, 11 Mei 2010

PENYELAM DAN IKAN-DUYUNG

Penyelam dan Ikan Duyung

Tumpukan bambu-bambu besar panjang yang di ikat seperti rakit telah sampai ke tengah laut yang jarak antara bibir pantai sekirtar 2-3 Km, layaknya menambangkan perahu, batu besar yang diikat dengan tali plastic sebesar jari-jari tangan diturunkan sebagai jangkar, agar bambu tidak hanyut di bawa arus. Bambu ini merupakan bahan bangunan pembuatan bagan, sebagai renovasi bagan yang sebahagian besar hanyut diwaba arus akibat terpaan angin puting beliung beberapa bulan yang silam.
Pekerjaan akan dimulai setelah joragan dan pekerja lainnnya datang.
Kira-kira dua jam lagi matahari tenggelam, datanglah perahu kapal yang mapu membawa buatan hingga 50 ton menghampiri sisa-sisa bagan yang rusak berat itu. Sauh diturunkan, orang-orang yang diperahu penarik rakit bambu naik ke kapal di mana joragan Haji Usman dan beberapa cucunya yang masih kecil juga Kiai Syaikuna -yang biasa memimpin do’a di masjid, di rumah duka ketika ada kematian maupun ditempat hajatan- mereka telah duduk di atas tikar yang dihampar diatas dek. Belasan orang duduk melingkar, dua paket nasi tumpeng warna putih dan kuning, tiga buah baskon nasi dan lauk pauk, kantong plastik semuanya sudah siap, tinggal menunggu perintah Joragan Haji Usman untuk menyantapnya.
Kiai Syaikhuna , yang dipanggil Kiai Syaikhu saja, mulai pengantarnya dengan bershalawat kepada nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, kemudian mebaca surah al Fatihah tiga kali dan berdo’a; pertama untuk Nabi dan keluarganya serta para shahabatnya ; ke dua untuk kaum muslimi muslimat baik yang telah wafat maupun yang masih hidup, lebih-lebih pada orang tua yang hadir ; yang ke tiga untuk Haji Usman dan para pekerja agar diberi keselamatan dalam mendirikan bagan. Dilanjutkan dengan membaca سُـــوْرَةُ الْـمُـلْكِ surah al Muluk atau tabarakal-mulki, surah ini biasa dibaca bila dikaitkan dengan permohonan agar dimudahkan untuk mencari rezeki ataupun tasyakuran Ulang Tahun; bila berkaitan denga musibah atau tasyakuran mendapat rezeki yang baca surah Yasin, kemudian bertahlilan, berdo’a lagi …… selesai ……dilanjutkan penancapan tiga batang bambu ke dasar laut, sebagai tiang utama bagan ………
Matahari beberapa meter lagi akan tenggelam, sinarnyapun sudah mulai menguning tidak memanas hanya sedikit silau, nampak besar dibanding ketika terbit. Mereka semua pulang dengan ke dua perahu yang membawa mereka hanya rakit tumpukan bambu yang terikat pada sisa tiang bagan dan tertahan tali jangkar batu yang tertinggal.
Haji Usman termasuk orang mampu, orang kaya di desa itu, kedermawanannya sudah dinikmati masyarakat dan penduduk desanya, juga desa tetangga. Setiap perayaan Hari Besar Islam maupun Nasional, Haji Usman senantiasa berpartisipasi aktip.
Tidak hanya dermawan dalam menyumbangkan sebahagian kekayaannya, ia juga dermawan dalam ibadah sebagai orang yang mampu beribadah ; zakat sudah pasti ia bayarkan infak hampir setiap hari, ibadah umrah sering ia jalani, puasa hari senin-kamis sudah biasa juga puasa tiga hari pada setiap bulan purnama tanggal 14-15dan 16, shalat sunnah pengiring shalat fardhu juga shalat dhuha atau fajar sebagai bahagian infak ibadahnya. “Kewajiban sebagai hak Allah –suka tidak suka wajib kita laksanakan dan orang lain dapat memaksanya- sedangkan ibadah sunnah sebagai sarana mencari keridhaan Allah” : kata Haji Usman, yang hanya menikmati pendidikan bangku sekolah lanjutan atas, ketika bercanda dengan beberapa hadirin dalam menghadiri peringatan Hari Besar Islam.
Memang menjalankan ibadah wajib merupakan beban yang paling ringan bagi tiap-tiap muslim muslimat yang telah berakal baligh sebagai keharusan yang tidak boleh tidak mesti harus dikerjakan, yang tidak menjalankan kewajiban ibadah-wajib maka ia wajib membayarnya sebagai utang beribadah. Bagi yang mampu menambah beban, Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk menambah dengan ibadah-ibadah yang sunah.
Orang yang pelit beribadah adalah orang yang hanya menjalankan ibadah wajib, bahkan orang yang mengabaikan ibadah wajib ia telah menggelapkan ibadah-wajib, orang ini termasuk orang yang sangat kikir beribadah. Orang dermawan dalam beribadah ia akan menjalankan Ibadah Sunah sebagai infak dan sedekah beribadah karena Allah dan untuk Allah, wujud tanda cintanya kepada penuntun umat Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat-nabi serta kepada para ulama pewaris-nabi dan rasul . ……..
Matahari terbit dari arah timur laut udara dingin dengan kabut putih pertanda siang hari akan panas, burung walet kepinis terbang melayang rendah, ngengat lemut serangga kecil berterbangan keluar dari pohon kelapa dan semak-semak serta rerumputan menikmati sejuknya udara pagi yang sebentar lagi akan pergi dihalau panas-sinarnya matahari. Bersamaan itu berlayarlah para pekerja pembuat bagan milik Haji Usman, mereka berjumlah sepuluh orang, menaiki perahu penangkap ikan yang digerakkan dengan mesin-motor.
Satu, dua, tiga, empat hingga delapn tiang telah ditanjapkan kedasar laut oleh para penyelam tradisional, umumnya mereka mampu menahan nafas lebih dua menit dalam kedalaman tiga hingga empat meter di dasar laut.
Bambu ke sembilan sebagai tiang penyangga terakhir siap di tancapkan, dua batu sebesar bantal sudah siap diikat di pangkal bambu, pipa besi 0,5 inci telah ditanjapkan sebagai tolok-ukur posisi tiang itu ditegakkan. Lamanisi dan Lamasungku, mereka berdua tukang pembuat bagan yang paling senior, siap untuk terjun ke dasar, sementara yang lain memegang dan mengulur tiang bambu itu juga pipa besi agar tidak tergeser.
Baru satu menit menyelam, naiklah Lamanisi dan Lamasungku ke permukaan sambil triak ‘ditiang ke lima ada ikan duyung’. Bangkitlah Bolang dari istirahatnya di atas dak bagan reyot yang hampir roboh itu, yang telah menyelesaikan penancapan sebanyak empat tiang ; “itu urusan aku” katanya, kemudian bergegas terjun. Lamanisi, Lamasungku, Pardi dan Sukijan meneruskan pekerjaan agar lebih cepat selesai, sementara Slamet dan Wanto memandu dari atas.
Hampir liam menit Bolang tak timbul muncul, tiba-tiba ngambang sambil teriak : “tolong !” sambil tangan kirinya memeluk tiang, sementara siku kanannya berdarah. Bambu kecil di ulurkan ke arahkan ke Bolang, di tarik dan di naikkan ke perahu. Dengan cepat Sukijan dan Slamet memasang mata tombak pada ujung pipa, dijegahlah oleh Bolang : “jangan Jan !, jangan !” sementara Dul Somat dan Lamasugku merawat luka dengan disiram spirtus dan betadine lalu dibungkus plastic dan diikat dengan kaos kotang. …
Penancapan tiang t’lah rampung tinggal pekerjaan di atas air, sambil makan minum juga ada yang merokok, si Bolang masih nyengir menahan nyeri, sesekali mengisap rokoknya dalam-dalam.
Lamanisi : Memang kau apakan di Duyung itu ?
Bolang : Gak aku apa-apakan !
Wanto : Wong lebih empat menit gitu kok gak di apa-apakan ?
Bolang : Sumpah mati gak ku apa-apakan !
Lamanisi : Memamang ceriteranya gimana ?
Bolang : Duyung tadi kan sedang termenung menyandar bambu,
kedekati pelan-pelan dari belakang agar tidak terkejut dan
lari ,,, kupeluklah dia ……….
… Wanto : Wong dipeluk gitu koq bilang gak di apa-apakan !
Bolang : Sungguh gak ku apa-apakan ,,, begitu pelukan tanganku
hampir berhasil ,,, teriaklah si Duyung itu : “kakaaaaaang !!!”
,,, langsung wuuusssssss datang dari arah depanku Ikan Hiu
dengan moncong terbuka menyerang ke arahku, ku peluklah,
… Wanto : Naaaaaaaaa ngaku juga ???
Bolang : Tunggu dulu, yang kupeluk bukan si Duyung tapi bambu,
sambil kulindungi mukaku dengan tangan kananku ,,, akhirul kalam ……. luka dan boroklah yang ku dapat.????
Sukijan : Tapi kenapa ketika aku mau turun dengan tombak itu, kamu
cegah ????
Bolang : Lha wong Ikan Hiu itu, suaminya si Duyung itu ,,, kaliiiiik ???
Slamet : Makanya kalau mau selingkuh jangan dengan si Duyung !
Bolang : Yang selingkuh itu siapa ?????????? wong baru aaaaa … ???

---mic---

M.Masud CHATIM al HAJJ - h2m.004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar